Minggu, 04 Mei 2008

Perjalanan Hidup Wanita Somalia

Resensi Buku
Perjalanan Hidup Wanita Somalia
Minggu, 16 Maret 2008 | 01:00 WIB

Dick van der Meij

Ayaan Hirsi Ali adalah seorang wanita Somalia yang sekarang bertempat tinggal di Amerika Serikat dan waktu buku ini terbit bekerja pada American Enterprise Institute, Washington.

Sebelum pindah ke Amerika Serikat (AS), Ayaan tinggal di negeri Belanda dan antara lain bekerja sebagai anggota Parlemen Belanda di Den Haag, penerjemah bahasa Somalia, dan bekerja pada lembaga ilmu pengetahuan sebuah partai politik di Amsterdam. Ia juga berteman dengan Theo van Gogh yang dibunuh di Belanda oleh seorang warga Belanda keturunan Maroko bulan November 2004. Sekarang Hirsi Ali bermaksud berdiam lagi di negeri Belanda, tetapi ia harus dikawal terus karena ada yang ingin membunuhnya.

Dalam buku ini Ayaan Hirsi Ali menceritakan kehidupannya sejak lahir di Somalia hingga kepergiannya dari Belanda ke AS. Sebagai seorang warga Somalia, Ayaan menjadi warga sebuah klan yang punya peran penting di sana karena ayahnya sangat aktif dalam perjuangan melawan Presiden Siad Barré yang ganas dan kurang memerhatikan perkembangan serta kemajuan negaranya. Kehidupan Ayaan sangat internasional. Waktu masih gadis kecil ia sempat tinggal di Somalia, Arab Saudi, Etiopia, dan Kenya sebelum kemudian menempuh kehidupan selanjutnya di Eropa dan Amerika.

Cerita kehidupannya sangat menarik, kadang-kadang sangat emosional dan terkadang juga lucu. Hidup di Somalia berarti Hirsi Ali juga disunat/dikhitan sewaktu masih gadis kecil dan proses khitanannya dilukiskan dengan sangat detail dan ceritanya sangat mengesankan, tetapi juga mengerikan.

Di Somalia, sebagian besar kemaluan gadis dipotong habis sehingga mereka menderita seumur hidup. Dia juga mengalami banyak penderitaan yang lain: ayahnya meninggalkan keluarganya waktu Ayaan masih sangat muda dan menetap di luar negeri sehingga ibunya mengalami stres dan melampiaskan stres itu dengan sering memukul anak-anak gadisnya, Ayaan dan adiknya Haweya. Kakak laki-lakinya tidak diperlakukan dengan cara yang sama karena dia memang seorang laki-laki dan lelakilah yang paling disenangi di kebudayaan Somalia.

Ia dilahirkan sebagai seorang Muslim dan dari kecil hingga dewasa sangat taat beribadah. Buku ini menarik karena mengisahkan kehidupan seorang perempuan Muslim yang banyak mengalami penderitaan hanya karena ia dilahirkan sebagai seorang perempuan. Sebab, lahir sebagai seorang perempuan membuatnya mengalami banyak kekerasan, baik dari laki-laki maupun dari perempuan (neneknya sendiri yang mengurus khitanannya, bukan seorang laki-laki!).

Nada buku ini sangat jujur dan ceritanya sangat polos. Tidak ada yang dijadikan lebih bagus ataupun lebih buruk dari kenyataannya. Cerita tentang khitanan mengerikan sekali dan perlu dibaca oleh siapa saja yang menentang kebudayaan ganas itu.

Di samping itu, buku ini juga sangat penting untuk memahami keadaan di Somalia dewasa ini. Situasi klan-klan dan akibat kebudayaan keklanan itu memang sangat perlu diketahui dan terkadang juga sangat mengerikan: orang dibunuh hanya karena menjadi anggota klan lawan saja. Hubungan antara kebudayaan dan agama di Somalia sangat erat kaitannya dan warganya tidak bisa ataupun tidak diperbolehkan membedakan antara keduanya.

Tema pusat buku ini adalah posisi wanita dalam Islam. Ayaan memperlihatkan bagaimana kejamnya kaum laki-laki bertindak terhadap perempuan kendati mereka sama sekali tidak bersalah. Lebih penting lagi, Ayaan juga menunjukkan bahwa kekejaman kaum laki-laki Muslim terbawa hingga ke Eropa karena banyak pengungsi dari Somalia dan negara-negara lain juga melarikan diri ke sana, negeri Belanda di antaranya. Keberadaan mereka dan tindakan kekerasan tersebut tidak dapat ditiadakan hingga kini.

Namun, ada beberapa hal yang perlu dicatat. Pertama, ada kesan seolah-olah semua kaum pria Muslim menjadi pelaku kekerasan terhadap wanita. Ini tidak realistis dan juga tidak semua wanita menderita nasib yang malang itu. Kebanyakan pria Muslim berperilaku sangat-sangat baik. Keburukan kaum pria tidak dikarenakan oleh agama, tetapi muncul dari kebudayaan beragama. Di Indonesia, misalnya, hubungan antara laki-laki dan perempuan rata-rata sangat baik walaupun apabila membaca sebuah koran Ibu Kota yang banyak memuat berita kriminal mungkin dapat memberikan kesan yang lain.

Kedua, di banyak negara Muslim terdapat banyak upaya untuk memperbaiki keadaan perempuan dalam Islam maupun kebudayaan. Di Indonesia, misalnya, hal ini giat diperdebatkan dan mendapat perhatian banyak orang—dan bukan hanya dari kaum wanita. LSM, badan pemerintahan, organisasi Islam, seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, tergolong sebagai lembaga yang banyak menangani masalah kekerasan terhadap perempuan. Juga upaya untuk mengimplementasikan filantropi untuk keadilan sosial (termasuk perempuan) merupakan suara lain di dalam dunia Islam yang juga harus diperhatikan.

Ketiga, memandang dunia Barat sebagai surga di dunia juga tidak realistis. Banyak hal terjadi di sana yang juga tidak baik dan walaupun orang secara konstitusional berhak untuk menyuarakan pendapat dengan bebas. Kekerasan terhadap perempuan juga terjadi di negara-negara Barat!

Ayaan sangat mengedepankan posisi wanita, tetapi hal yang tidak banyak mendapat perhatian adalah pertanyaan: kenapa kaum lelaki melakukan kekerasan terhadap wanita? Kenapa pria yang sangat saleh dapat melakukan kekerasan terhadap wanita walaupun ia mengetahui bahwa tindakan itu tidak diperbolehkan oleh agama. Dan, kenapa laki-laki mencari-cari dalil dalam buku agama untuk membenarkan tindakan buruk mereka? Dalam buku ini peran laki-laki sangat datar sehingga mereka hanya menjadi semacam karikatur atau pelengkap.

Bagian buku yang menceritakan pengalaman Ayaan dalam upaya untuk menjadi warga negara Belanda sangat menarik dan perlu dibaca orang banyak. Pengungsi memang melakukan apa saja untuk menjadi warga Belanda. Buku ini juga memperlihatkan dengan sangat tajam tingkah laku pejabat Belanda yang sok naif dalam proses naturalisasi. Kesan yang muncul bahwa orang Belanda dalam bidang itu tidak terlalu menghargai negeri mereka dan juga tidak sungguh ingin terlibat dalam segala masalah yang dialami pengungsi yang seharusnya menjadi tugas mereka.

Terakhir, buku ini menceritakan tentang aksi politik Ayaan di Belanda dan ancaman yang dilontarkan kepadanya serta tindakan untuk melindunginya. Buku ini ditulis dalam bahasa Inggris dan jelas diperuntukkan untuk publik internasional dan karena itu seharusnya penulis lebih banyak menjelaskan tentang politik Belanda dan seluk-beluknya agar bisa mudah dipahami oleh pembaca non-Belanda.

Kesan yang paling mengerikan adalah betapa kecilnya dunia. Ayaan berada di Eropa dan waktu baru tiba di sana ia menyangka dirinya sudah sangat jauh dari segala permasalahan di Somalia. Kenyataannya tidak demikian. Banyak orang Somalia di Eropa dan memengaruhi keadaan orang Somalia yang lain. Memang, kiranya sekarang tidak cukup lagi untuk secara fisik menjauhkan diri dari permasalahan di kebudayaan tertentu. Kebudayaan sekarang tidak terlokalisasi lagi di satu tempat saja, tetapi sudah meluap ke seluruh pelosok dunia.

(Dick van der Meij Profesor Tamu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tidak ada komentar: