Minggu, 12 Oktober 2008

Buku jadi Gaya Hidup, Itu Perlu!

Dari : Info Galangpress info.galangpress@gmail.com

Mungkinkah buku menjadi gaya hidup (life style)? Jawabannya mantap, "Ya, bisa!", kata Mardiyanto, editor Galangpress dalam acara Roundtable PRO 2 RRI Jogja (15/09) yang dipandu Erna dan Luluk. Saat ini penerbitan buku sedang menggeliat, banyak buku-buku hadir dan bisa menjadi panduan hidup bagi semua orang. Hadirnya buku-buku how to, novel religi, dan makin variatifnya pilihan judul buku membuat
pembaca bisa bebas memilih buku.

Ya, dalam kehidupan saat ini me'life style-kan buku bukanlah omong kosong bak impian di siang bolong. Lihat saja, awalnya minum kopi hanyalah cara agar tahan dari rasa kantuk, tapi coba sekarang minum kopi bukan lagi untuk mencegah kantuk tapi juga ajang kumpul-kumpul dan diskusi, akhirnya minum kopi malah menjadi gaya hidup baru para mahasiswa dan eksekutif muda.

Jadi, mengapa buku tidak! Setiap hari kita habiskan pulsa dan saban akhir pekan menyatroni J.Co, KFC, Hoka Hoka Bento, dan sebagainya. Mengapa kita menyatroni toko-toko buku saja, berburu buku menarik dan inspiratif. Hal inilah yang mesti ditumbuhkan pada masyarakat, kesadaran, bahwa ada kekayaan terpendam di dalam sebuah buku.

Buku adalah jendela dunia, dari sebuah buku kita bisa menemukan ide, gagasan, bahkan bergegas bertindak setelah membacanya. "Jika ada 6 anak saja di sekolah yang setiap minggu sekali mengunjungi toko buku maupun perpustakaan dan menebarkan virusnya kepada kawannya, bukan tidak mungkin satu kelas akan keranjingan membaca," kata Mardiyanto.

Sudaryanto, seorang aktifis Forum Lingkar Pena (FLP) Jogja juga yakin bahwa ke depan dunia kepenulisan dan budaya membaca akan semakin semarak. Jika semua orang ke mana-mana menenteng buku, pastilah buku telah menjadi gaya hidup seperti halnya di negara-negara maju.

Plus Bedah Buku
Dalam acara berdurasi 180 menit itu juga diadakan bedah buku dari penerbit Pustaka Marwa (Galangpress Group) buku berjudul "Tahajud Energi Sejuta Mukjizat" yang menghadirkan Muhammad Thobroni (penulis). Dalam buku setebal 155 hlm tersebut M. Thobroni lebih banyak mengungkapkan kisah menarik di seputar Tahajud, seperti tahajudnya seorang mahasiswa ketika akan menghadpi ujian, tahajudnya seorang
pengangguran dalam perjuangannya mendapatkan pekerjaan, tahajudnya seorang yang ingin mencari jodoh, dan sebagainya. "Jadi, buku saya ini lebih banyak berisi kisah yang menggugah daripada tatacara dan rakaat shalat tahajud", kata M. Thobroni.

Dalam acara tersebut antusiasme pendengar cukup banyak, terbukti banyak telepon dan sms yang masuk ke PRO 2. Ke depan menurut Erna dan Luluk kegiatan semacam bedah buku dan diskusi akan mendapat tempat di masyarakat. Langkah ini tentu saja untuk membiakkan makin menjamurnya minat masyarakat kita terhadap budaya gemar membaca. Dan kerja sama dengan Galangpress akan terus berlanjut. Salut deh ....dan kita tunggu (mrd)
Salam dahsyat, Galangpress Groups, www.galangpress.com, www.galangpress.wordpress.com

Sabtu, 13 September 2008

Kepentingan Penerbit, Keinginan Peresensi

Oleh Anwar Holid

HUBUNGAN peresensi dengan penerbit ternyata cukup kompleks. Ini terjadi karena dalam diri peresensi terkandung beberapa aspek pembacaan dan kepenulisan, antara lain menyatu sekaligus sebagai pembeli (konsumen), pencinta (penikmat) buku, dan kritikus buku. Sementara kepentingan penerbit biasanya lebih langsung dan jelas, ialah harapan agar terbitannya diterima khalayak (pasar), diapresiasi dengan baik, dan cukup pantas untuk dibanggakan.

Mencari pola kerja sama yang pas dan fleksibel antara penerbit dan peresensi merupakan tema pertemuan peresensi Penerbit Matahati, yang diadakan di perpustakaan Bale Pustaka, Bandung, 28 Agustus 2008. Di awal berdiri, Matahati boleh jadi paling dikenal karena menerbitkan tetralogi Kisah Klan Otori (Lian Hearn.) Mereka kini menerbitkan fiksi dan nonfiksi, mulai dari genre fiksi fantastik sampai buku manajemen motivasi diri dan wawasan dunia medis. Hadirin hampir semua sekaligus merupakan blogger, dengan rentang kecenderungan antara sebagai desainer dan komikus, penulis buku dan cerpen, jurnalis, dan pendidik Buku dan tulisan sudah mengurat dalam diri mereka.

Mayoritas peresensi mengaku idealnya ingin meresensi buku yang benar-benar mereka sukai; artinya meresensi itu pada dasarnya sulit bila dipaksakan. Peresensi bahkan bisa suka rela dan senang akan meresensi buku yang mengesankan serta mampu menimbulkan impuls atau hasrat menulis. Biasanya, resensi yang lahir dari kondisi ideal itu akan persuasif, berhasil meyakinkan orang lain---terutama kawan dekat dan komunitas---bahwa pilihan dan penilaiannya tepat, dan secara alamiah merupakan tulisan yang bagus. Efeknya bisa luar biasa, antara lain menjadi word of mouth berbentuk tulisan yang sangat mempengaruhi keputusan beli pembaca. Rekomendasi kawan dekat ternyata bisa jauh lebih tepercaya dibandingkan endorsement pesohor (selebritas) sekalipun.

Boleh jadi pada kondisi seperti itulah kepentingan penerbit dan keinginan peresensi bertemu dan bernegosiasi. Penerbit berkepentingan agar produknya segera dikenal publik, diserap pasar, segera mendapat publikasi seluas mungkin, dan jadi topik pembicaraan kalangan yang disasar.

Minat terhadap jenis buku tertentu sangat berpengaruh terhadap kemauan peresensi dan mood menulis sebenarnya bisa dibentuk atau dilatih. Meski harus diakui peresensi pun bisa gagal menulis karena kurang disiplin dan profesional. Di sisi lain peresensi yang berdedikasi kerap butuh waktu untuk secara bersamaan menikmati dan menemukan inti buku, sebelum memutuskan mengulas dan menyatakan kepada publik apa buku tersebut pantas direkomendasikan atau malah dikomentari dengan pedas saking banyak hal yang bisa dikecam. Apa pun hasilnya, minimal peresensi menceritakan hasil pembacaannya. Itulah yang paling penting, bahwa sebuah buku sudah diselami, dijelajahi, masuk dalam ingatan, untuk suatu saat muncul lagi, baik dalam obrolan, berinteraksi dengan pembaca lain, atau ketika menulis.

"Keinginan menulis resensi bisa muncul begitu saja," kata Hermawan Aksan. "Ada dua jenis buku yang bisa membuat keinginan meresensi saya timbul, yaitu buku yang sangat bagus dan buku yang sangat jelek. Tentu saya berharap penerbit memproduksi buku yang bagus."

Di zaman Internet ini, peresensi yang terbiasa posting di blog (book blogger), milis, dan situs jaringan komunitas interaktif makin menemukan kekuatan daya tular. Situasinya kian hari tambah menantang dan menarik. Sebagian penulis lebih memilih media ini karena faktor kemudahan, kebebasan, informalitas, juga kemerdekaan dan sifat demokratisnya. Sudah terbukti bahwa media baru ini secara umum bisa meningkatkan publisitas buku, mempengaruhi penjualan dan reputasi, meski data resmi mengenai pengaruhnya sulit dipastikan. Sifat interaktivitas media ini memungkinkan orang langsung berkomentar, berbagi, merespons, menambah, dan mengaitkan dengan buku lain maupun subjek lain (misalnya film, musik, politik.) Di sinilah peresensi mendapat "surga", mereka bertemu dengan sesama pencinta buku.

Karakter penulisan blog yang berbeda dengan karakter media massa konvensional membuat sejumlah blogger yang mau meresensi dan menulis sesuai kriteria media tersebut merasa kerap kesulitan menembus ketentuan redaksi. Pada satu sisi, ini kerap dianggap sebagai kekurangan resensi di blog dan masih membuat penerbit pikir-pikir untuk melibatkan mereka dalam publisitas buku. Tapi bayangkan sebuah resensi yang dikirim ke milis dengan ribuan anggota atau bisa memicu respons antusias banyak orang di sebuah blog, tentu situasi seperti itu menggembirakan penerbit dan penulis bersangkutan.

Sudah terbukti tulisan di blog dan milis bisa menguatkan daya pikat buku dan menaikkan reputasi peresensi. Perhatian penerbit pada peresensi berkisar antara secara rutin mengirim buku baru dan sesuai favorit, memberi honor tambahan untuk resensi yang ditulis, dipublikasi, maupun disebar ke milis, sampai mengikat kontrak untuk jadi publisis penerbit atau judul tertentu. Mungkin menarik juga menimbang memberi insentif untuk online khusus demi mengirim resensi yang diinginkan penerbit.

Poinnya ialah apa pun bentuknya, penghargaan itu penting. Penerbit menghargai peresensi dengan pantas, pembaca merespons, sedangkan peresensi menghargai penerbit dan pembaca dengan resensi yang bagus dan informatif. Interaksi intens antara penerbit dan peresensi kerap merupakan kunci pengikat emosi kedua belah pihak.[]

Pertama kali dimuat di Republika, Minggu, 7 September 2008.

Ayo Nikmati Efek Dahsyat Membaca !!!

Oleh Agga Van Danoe via e-mail 12 September 2008
Setelah melakukan shalat dhuhur ke 9 di bulan Ramadhan 1429 H, Hernowo didapuk untuk menyampaikan materi ter”anyar”nya yaitu “Menulislah Agar Dirimu Mulia: Pesan dari Langit”. Buku ke 33 yang ditulisnya ini merupakan serangkaian buku tentang menulis lainnya yang sudah dituliskannya dalam usianya yang sudah memasuki kepala 4 ini.

Meskipun di Bulan Ramadhan, namun saya merasa menjadi salah satu orang yang paling beruntung untuk menyaksikan dan melihat semangatnya yang menggebu-gebu dalam menyampaikan materi yang ia tulis tersebut. Bahkan, sampai sekarang Hernowo Tak pernah berhenti dalam memberikan wawasan kepada setiap orang yang dijumpainya dalam setiap training atau ceramahnya. Ya, materi yang disampaikannya sebagian besar adalah tentang membaca dan menulis.

Dalam pemaparannya Hernowo mengungkapkan tentang pentingnya membaca. Kenapa Penting? Karena banyak orang yang menganggap bahwa kegiatan membaca itu dianggap sebagai sesuatu yang biasa dan tidak luar biasa, dahsyatnya membaca ini menurutnya jarang disentuh -terutama untuk orang-orang yang awam. Padahal wahyu pertama yang turun dari Allah kepada Rasulullah Saw adalah surat Al-'Alaq, yaitu Iqra.... (Bacalah).

Kalo saja kita sering meluangkan waktu, banyak hal yang dapat dimanfaatkan dengan membaca. Karena banyak sekali buku yang dengan jenis fiksi dan non fiksi (novel, biografi, sains fiction, psikologi, filsafat dll), yang memberikan dan menawarkan sesuatu yang baru. Begitu juga bagi Mas Hernowo. Dalam bukunya ini, beliau banyak menuliskan buku-buku dan para penulis yang mempengaruhinya. Ada Quantum Learning, Laskar Pelangi dgn Andrea Hirata, Harry Potter dgn JK Rowling, Dr. Howard Garrdner dengan teori Multiple Intelliegences, Rhenald Kasali, R.T. Kiyosaki, Stephen R. Covey dll. Ia merasa seperti diajak mengembara ke tempat-tempat yang jauh, dan memiliki banyak sekali kehidupan.

Menurut Edward Coffey -yang saya kutip dari buku membacalah Agar dirimu Mulia-
Kegiatan membaca yang dpt diselenggarakan secara kontinyu dan konsisten dapat menciptakan lapisan penyangga yang melindungi dan mengganti-rugi perubahan otak. Oleh karenanya proses membaca itu dapat menggantikan sel-sel yang mati di dalam otak kita karena tidak pernah dipergunakan, untuk kemudian menjadi sel baru yang lebih hidup.

Ketika Mas Hernowo memberitahukan tentang minat baca di Indonesia yang masih nol persen, salah seorang Audience di Mesjid Bio Farma merasa getir. Ia yang pernah merasakan hidup di Negeri Sakura, terkagum-kagum melihat semangat membaca masyarakat Jepang. Karena setiap hari, setiap saat, setiap orang yang ditemuinya, benar-benar tidak dapat dilepaskan dari buku. Dari mulai anak-anak sampai dengan orang dewasa. Dari mulai mengantri untuk mendapatkan kereta, menunggu panggilan di tempat praktek dokter, sampai dengan menunggu tibanya kereta di tujuan. Setiap orang terlihat bersemangat dalam membaca.

Budaya baca di Indonesia makin tergerus oleh media-media elektronik yang terus menerus menggempur kita. Bahkan dengan terus berkembangnya arus informasi serta teknologi, maka kebanyakan kita belum siap untuk mengantisipasinya. Seperti teknologi televisi misalnya, para pemilik stasiun televisi berlomba-lomba untuk mendapatkan jatah kue iklan untuk masing-masing stasiun tv-nya. Bahkan seringkali, banyak program tayangan mereka yang tidak mendidik. Kita-lah (para orangtua, para pendidik dan yang lainnya) yang harus memiliki filter agar mengalihkan kenikmatan menonton dengan kenikmatan membaca. Karena membaca -menurut mas Hernowo - adalah sebuah keterampilan sebagaimana memasak atau juga menyetir mobil. Dengan membiasakan membaca setiap hari selama 10-15 menit, tentunya kemampuan membaca kita akan terus meningkat.

Akhirnya setiap diri kita dituntut untuk dapat merasakan efek dahsyat dari membaca ini. Dan di dalam buku Membacalah Agar Dirimu Mulia ini, Hernowo memberikan semua informasi yang kita butuhkan tentang membaca. Bahkan saya sendiri merasa sedang kembali di charge untuk mengembalikan kenikmatan-kenikmatan itu agar kembali bersarang di dalam jiwa saya, sehingga dipenuhi oleh gairah-gairah membara.

Rayakanlah Kegiatan Membaca Anda.Berbanggalah Bahwa Diri Anda.Telah Menjalankan Kegiatan Yang Mulia. Teruslah Membaca._Hernowo.Salam, Agga

Jumat, 12 September 2008

Negosiasi Politik Menjelang Helat Demokrasi

Oleh Aminuddin Siregar

Kevin Kennedi, penulis buku Negosiasi Yang Eefektif, berpendapat bahwa, negosiasi itu lebih merupakan suatu seni ketimbang ilmu pengetahuan. Sebab setiap orang dapat meningkatkan keterampilannya dalam melakukan negosiasi. Tidak saja untuk mendapatkan solusi, tetapi juga untuk menemukan hasil optimal yang disebut sebagai win-win slution. Hasil menang-menang inilah yang juga diinginkan sebagai puncak tertinggi tujuan sebuah negosiasi apa pun saja.

Benar, bahwa negosiasi, banyak dipraktikkan di dunia usaha dan bisnis. Namun, kini negosiasi tidak saja dikenal dalam dunia bisnis, tetapi juga di dunia politik dan dalam kehidupan sehari-hari. Karena itu tidak mengherankan, jika menjelang helat akbar atau pesta demokrasi 2009 mendatang ini akan terjadi negosiasi politik. Suatau hal yang wajar saja terjadi.

Kalau negosiasi lebih menekankan pada seni, maka sama halnya ketika seseoarang menekuni seni, misalnya seni lukis, seni musik, atau seni tari. Di mana seseorang dituntut agar memiliki daya kreatif dan kemampuan berekspresi. Termasuk penguasaan komunikasi politik. Karena memlalui komuikasi politik itulah warna kepolitikan kian nampak jelas.

Selain itu, seorang negosiator juga memiliki kemampuan menggunakan imajinasi. Ia adalah orang yang boleh dikatakan seorang creator. Apakah itu untuk keperluan politik ataupun bisnis. Umumnya mereka juga adalah orang yang cekatan terampil menggunakan bahasa tubuh. Maksudnya mereka tidak saja menggunakan otak kiri, tetapi juga memanfaatkan untuk masuk dari kanan.

Sehingga, seni bernegosiasi yang ditampilkan tidak terlihat kacau-balau, sumbang, dan semacamnya. Tetapi nampak mulus, rapid an teratur, ritmis, santun dan amat lugas. Keluwesan seperti inilah juga menjadikan politik sebagai seni dari segala yang mungkin. Dalam kaitan itu pula politik nampak kian berirama, dan ketukan tempo yang mengundang hasrat berpolitik.

Sayangnya hasrat itu seringkali diarahkan pada hasrat tertinggi, yakni berkuasa. Kalau ini yang terjadi, maka irama itu menjadi tidak lagi enak didengar. Orang kemudian menaksir-naksir dan membuat sejumlah asumsi dan kalkulasi politik. Akibatnya bisa macam-macam, dan banyak hal terlupakan, seperti lupa kepada kepentingan rakyat yang sesungguhnya.

Begitu juga halnya ketika seseorang melakukan negosiasi politik. Biasanya menjelang helat demokrasi, seperti pemilu 2009 mendatang ini, akan hadir negosiator-negosiator politik, sekurangnya untuk membentuk koalisi. Bila tidak dikatakan untuk meraih sebanyak mungkin suara. Tanpa peduli dengan apa yang telah dijanjikan kepada setiap konstituwen dan rakyat pada umumnya.

Dalam konteks itu negosiator telah mengalihkan model kepolitikan, yang seringkali tidak lagi disenangi orang. Padahal ketika negosiasi politik dilakukan, unsur kreasi politiklah yang perlu dinampakkan dan semua janji dan program politik partai dilaksanakan secara konsisten dan penuh komitmen yang mengikat rakyat.

Tentu saja kita percaya kepada politisi mana pun mengetahui hal itu. Mereka juga orang yang sangat jeli melihat peluang politik untuk bisa tampil. Para pemain politik juga adalah orang yang sangat mampu berempati. Buktinya, mereka tidak saja piawai merangkul lawan politik tetapi juga kompeten untuk berkoalisi secara baik dan benar, hingga mendapat sanjungan dari sana sini.

Namun, tidak sedikit kita jumpai, kalau menjelang pemilu seperti sekarang ini orang tiba-tiba saja jadi negosiator, dan punya kemampuan bernegosiasi. Baik yang secara alami tumbuh maupun lahir dari pengalaman, maupun dimunculkan lewat kaderisasi melalui proses panjang dan waktu cukup lama, kemudian pengalaman itu berkembang dan tumbuh dalam diri seseorang sebagai politisi.

Karena itu keterampilan bernegosiasi bisa lebih berhasil. Kesuksesan itu akhirnya membawa seseorang pada pemahaman dan pengetahuan politik lebih mendalam. Apabila pemahaman politik seseorang terlebih dahulu dikuasai, maka besar kemungkinan dapat menerapkannya, sejalan dengan aturan main yang telah disepakati bersama.

Bahwa, kesepakatan antara dua pihak yang akan bernegosiasi perlu dibangun, sembari melihat kesungguhan dan pengorbanan yang diberikan oleh rakyat banyak untuk mendukung dengan sepenuh hati mereka. Dalam konteks kepentingan rakyat inilah sebenarnya para negosiator politik bersepakat membuat komitmen untuk memperhatikan dengan sungguh-sungguh kepentingan masyarakat secara keseluruhan.

Kedua belah pihak bersepakat mematuhinya segala sesuatu yang berkaitan dengan kepentingan untuk memajukan rakyat dan meningkatkan kesejahteraannya. Karena mereke inilah nantinya yang akan mencadi pemimpin politik dan menjadi wakil mereka di hamper semua siatuasi politik. Itu artinya mereka tidak hanya bicara diparlemen, tetapi juga bicara kepada rakyat.

Untuk menciptakan negosiasi politik yang tepat diperlukan persiapan, karena persiapan ini merupakan kunci sukses dalam bernegosiasi. Persiapan itu antara lain ialah mengetahui sebanyak mungkin tentang lapa yang dibutuhkan rakyat. Termasuk yang dibutuhkan oleh sebuah bangsa yang bernama nation state, yakni negara bangsa.

Dengan demikian partai politik yang bernegosiasi dapat dilihat oleh masyarakat politik sebagai partai politik berkarakter. Partai politik yang demikian kemungkinan besar menjadi sangat diminati dan mendapat dukungan sepenuhnya dari rakyat. Meskipun tentu saja tidak mungkin untuk menyamakan masing-masing ideology partai, yang berbeda satu dengan lainnya.

Namun pengetahuan terhadap karakteristik konstituen sangat diperlukan oleh setiap partai. Termasuk mengetahui bagaimana tingkah laku massa pendukung agar tidak menimbulkan persoalan dikemudian hari.. Dalam kaitan inilah peran negosiator politik menjadi sangat fungsional dalam menumbuhkan demokrasi. Selebihnya. Wallahu’alam

Penulis adalah Pemerhati Masalah Sosial Politik dan Kemasyarakatan
Bekerja Pada Pusdiklat Regional Depdagri Bukittinggi

Sabtu, 09 Agustus 2008

Memoir seys Madona's true love is herself


By HILLEL ITALIE, AP National Writer Thu Jul 10, 2:57 PM ET
NEW YORK - A memoir by Madonna's brother says the singer really does love her husband, director Guy Ritchie, but, apparently, not as much as she loves her career and herself.
"I hope that it is Kabbalah's lesson that she is not the center of the universe," Christopher Ciccone writes in "Life With My Sister Madonna," scheduled to come out next Tuesday but purchased in advance by The Associated Press.
The 342-page book, published by Simon Spotlight Entertainment, arrives at a time when Madonna has been linked to the breakup of the marriage between New York Yankees star Alex Rodriguez and his wife, Cynthia Rodriguez, who filed for divorce Monday.
Madonna issued a statement Sunday saying that she has "nothing to do with the state of his marriage or what spiritual path he may choose to study," apparently referring to reports that the singer had introduced the ballplayer to Kabbalah, a form of Jewish mysticism.
According to her brother, she and Ritchie love each other, despite rumors that they are splitting up. He believes they are "passionately committed" to staying married, with the help of Kabbalah.
Christopher Ciccone, 47, worked often with his older sister, designing and directing her "Girlie Show" tour in 1993 and serving as artistic director of her 1991 documentary, "Madonna: Truth or Dare." But in his book, he says they are no longer close.
Madonna's representative, Liz Rosenberg, told The Associated Press on Wednesday that the singer had not read the memoir but found it "very upsetting" that Ciccone "has decided to sell a book based on his sister."
"I would have to assume she has come to terms with the fact that they do not have a close and loving relationship," Rosenberg said. "And with the book coming out, I assume that will remove the chances of that ever happening."
Ciccone's memoir includes everything from gossip about Madonna's sex life (she lost her virginity to a "guy named Russell") to anecdotes about such ex-lovers as Sean Penn (Madonna called him a "paranoid control freak") and Warren Beatty, who allegedly cornered Ciccone at a party and quizzed him intensely on what it was like to be gay.
"There is no subject that doesn't fascinate Warren Beatty," Rosenberg said.
The book offers snapshots of Bruce Willis allegedly hitting on other women while still married to Demi Moore, of Ciccone dancing with Moore at a drag queen club, of Madonna allegedly kissing Gwyneth Paltrow on the mouth during a New Year's Eve dance at which Ciccone said that he and Ritchie got into a shoving match.
Ciccone describes Ritchie as a man's man undisturbed by homophobic humor, whose emergence in Madonna's life marks "the death knell" of the Ciccones' brother-sister bond. Ciccone portrays Madonna as a show business survivor — bossy and self-absorbed, sometimes compassionate, mindful of "how little faith many people once had in her."
"Life With My Sister Madonna" was co-authored by celebrity biographer Wendy Leigh, who has written books on Liza Minnelli, Grace Kelly and Arnold Schwarzenegger. Simon Spotlight, an imprint of Simon & Schuster, has announced a first printing of 350,000.
Earlier this year, stores were asked to order the book "blind," without knowing the author or subject. Last month, the publisher released the subject matter — and the name of the author. In 2006, William Morrow offered a mysterious tell-all that turned out to be by Princess Diana's former butler, Paul Burrell, who had already written about her. Retailers were angered and the book sold poorly.

Kamis, 07 Agustus 2008

PENGEMBANGAN AGRIBISNIS

Oleh Aminuddin Siregar

Agribisnis nampaknya tidak cuma sekedar isapan jempol, apabila ditemukan modus baru pengembangan agribisnis ini, dilaksanakan secara konsisten dan berkesinambungan. Akan tetapi problem yang seringkali muncul kepermukaan, justru bukan masalah pengembangan, melainkan seberapa efektif manajemen agribisnis ini telah dilakukan. Sehingga persoalan yang menyangkut daya dukung ekonomi daerah yang berbasis kerakyatan menjadi prioritas..

Itu sebabnya, mengapa perlu dicari modus baru pengembangan agribisnis ini. Di mana agribisnis benar-benar dapat menjadi satu kekuatan bagi daerah dalam menjalankan roda pemerintahan dan mengurus rumah tangganya sendiri. Barulah kemudian makna otonomi daerah, yang berbasis kerakyatan dapat digiring ke arah terciptanya demokratisasi ekonomi. Meskipun demokrasi dianggap tidak selalu bisa memberantas kemiskinan.

Pusat krisis yang dibentuk pemerintah tempo hari itu, nampaknya bertujuan untuk membantu dan mendukung pelaku bisnis dan perdagangan dalam meningkatkan usaha mereka. Bukan saja di tingkat nasional dan regional melainkan juga pada tingkat global. Sebab menurut Menteri Perindustrian dan Perdagangan, yang ketika itu dijabat oleh Rini MS. Soewandi, usaha pengembangan itu difokuskan pada tiga bidang industri, yakni industri tekstil, produk tekstil, dan industri alas kaki, serta industri elektronik.

Dengan dibentuknya pusat krisis industri dan perdagangan ini, diharapkan dapat menyerap tenaga kerja. Sekurangnya dapat mengurangi angka pengangguran yang cenderung meningkat dari hari-kehari. Harapan ini tidak saja untuk memperkuat kembali perekonomian regional tetapi juga dapat mendongkrak laju perekonomian daerah secara lokal, dengan berbasiskan ekonomi kerakyatan.
Sejalan dengan itu Manajemen Pengembangan Agribisnis Berwawasan Lingkungan sangat diperlukan oleh pemerintah Kabupaten/Kota. Sebab pengembangan agribisnis juga akan dapat dijadikan sebagai kekuatan daya saing disektor perdagangan. Untuk mewujudkan hal Ini, tentu saja diperlukan kesepakatan bersama, konsensus, dan terlebih lagi sangat diperlukan ialah komitmen terhadap pengembangan agribisnis sebagaimana diharapkan.

Persoalannya, apakah pencarian modus baru pengembangan agribisnis ini bisa disepakati, apabila penegakan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik dan benar justru dianggap sebagai hambatan? Padahal semua warga masyarakat mesti mengetahui apa yang menjadi kebijakan pemerintah dan secara transparan aspirasi mereka yang disuarakan oleh wakil mereka sepenuhnya didasarkan pada kesesuaian dengan kebutuhan mereka.

Penulis Staf Pengajar pada Pusdiklat Depdagri Regional Bukittinggi. Penggagas Forum Diskusi Komunitas Klub Haus Buku

Senin, 04 Agustus 2008

Menyambut Kenduri Demokrasi 2009

Oleh Aminuddin Siregar

Kini demokrasi diyakini sebagai cara terbaik dalam melakukan berbagai persambungan sosial-politik. Baik dalam konteks persambungan pemerintah dengan masyarakat, maupun dalam konteks Negara-bangsa. Persmbungan-persambungan kultural, politik, dan persambungan-persambungan sosial kemasyarakatan lainnya.

Silaturrahmi politik, suka tidak suka, mau tidak mau dilihat sebagai kegiatan dari bentuk kepentingan semata dari apa yang menjadi hasil dari sebuah pesta demokrasi. Ketika pemerintah mulai mempertaruhkan segala potensinya untuk membangun kesejahteraan rakyat. Partai politik muncul berduyun-duyun.

Kenduri demokrasi 2009, memang harus disambut semeriah mungkin bukan saja karena pesta seperti itu harus terjadi, melainkan karena kenduri itu merupakan momentum mengatur kembali bagaimana strategi mengurus rakyat yang baik dan benar Termasuk mengatur kembali fungsi-fungsi pemerintahan mulai dari pemerintah desa hingga pemerintah pusat. Dalam kaitan ini mesti muncul kepedulian terhadap nasib rakyat, yang pasti membutuhkan komitmen dan integritas. Bukan saja oleh pemerintah melainkan juga oleh institusi politik yang ada.

Keduri demokrasi selalu mendapat perhatian banyak orang. Tidak saja oleh kalangan politisi, birokrasi, kaum profesional, tokoh masyarakat dan organisasi politik, serta kelompok kepentingan lainnya. Tetapi juga oleh hampir seluruh lapisan masyarakat politik. Perhatian itu wajar, terutama menjelang kenduri demokrasi yang tinggal beberapa bulan lagi.

Karena itu, harus berani jujur untuk menyelamatkan kenduri demokrasi terhadap munculnya distorsi terhadap jalannya proses politik. Terutama yang menyangkut pengadaan dan pendistribusian kelengkapan kenduri. Khususnya menyangkut proses penghitungan kertas suara. Itu sebabnya, kenduri demokrasi ini dilihat sebagai momen penting membangun kembali semua elemen masyarakat politik untuk berani jujur dan peduli terhadap sesama komunitas politik meski beda satu sama lain.

Penulis Staf Pengajar Pusdiklat Depdagri Regional Bukittinggi. Penggagas forum diskusi Komunitas Klub Haus Buku.

Million-selling opening for vampire series finale

Monday August 4, 9:12 PM
Harry Potter is still king, but the final book of Stephenie Meyer's "Twilight" series did manage a million-selling debut.

"Breaking Dawn," the fourth of Meyer's sensational teen vampire series, sold 1.3 million copies in the first 24 hours after its midnight, Aug. 2 release. Publisher Little, Brown Books for Young Readers announced Monday that it has gone back for 500,000 more copies, making the total print run 3.7 million.

The numbers for "Breaking Dawn" are comparable to the openings of a pair of famous memoirs: former President Clinton's "My Life" and Sen. Hillary Rodham Clinton's "Living History." But they don't approach the unveiling of "Harry Potter and the Deathly Hallows." The seventh and final volume of J.K. Rowling's fantasy series sold 8.3 million copies in its first 24 hours in the United States alone

Sumber : Yahoo! Asia News

Minggu, 20 Juli 2008

Kaum Muda Dominasi Calon DPR PDI-P


Minggu, 1 Juni 2008 | 14:38 WIB
JAKARTA, MINGGU - Sekitar 70 persen calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), berasal dari golongan generasi muda. Demikian pula halnya dengan calon presiden yang diajukan oleh PDI-P.

"PDI-P calon anggota DPR, 70 persennya anak muda. Orangnya harus pinter lah. Orang pinter pasti keren, orang keren berani memutuskan. Pak Yos (mantan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso) saja berani nyalonin, masak anak muda nggak berani," ujar Ketua Umum PDI-P Megawati di sela acara Gebyar Pancasila di Silang Monas, Minggu (1/6).

Sementara itu, Ketua Umum PDI-P Megawati mengatakan saat ini dia menjadi calon tunggal dari partai berlambang banteng merah itu. Namun, dia yakin kesempatan bagi generasi muda untuk menjadi pemimpin bangsa telah terbuka lebar. "Asalkan, dia berani dikritisi oleh rakyat," tuturnya.

BOB
Sent from my BlackBerry © Wireless device from XL GPRS/EDGE/3G Network

Sabtu, 05 Juli 2008

Menyibak Arti Menjadi Hamba dan Mitra Allah di Bumi


Dalam diri kita terdapat cahaya suci (nurani) yang senantiasa ingin menatap Yang Mahacahaya (Tuhan). Karena dalam kontak dan kedekatan antara nurani dan Tuhan itulah muncul kedamaian serta kebahagiaan yang paling prima. Dahaga dan kerinduan mendekati Tuhan ini bukanlah hasil rekayasa pendidikan (kultur) melainkan fitrah (natur) manusia yang paling dalam.

Agama hadir, tutur buku ini, untuk mendampingi manusia supaya mereka tidak salah dalam mengembangkan fitrah (bakat bawaan)-nya itu. Rangkaian ibadah merupakan kurikulum suci yang sengaja dirancang Tuhan Yang Mahakasih untuk memelihara kesucian dan keagungan ruhani kita. Dalam bahasa Alquran, agama laksana cahaya yang mengusir kegelapan dan menunjukkan jalan terang. Ia juga bagaikan curahan air yang memberikan kesejukan dan kehidupan.

Secara renyah tapi mendalam, buku ini mengulas tiga tahapan seorang mukmin dalam mendekat kepada Allah—Sumber segala kehidupan: ta‘alluq (berusaha mengingat dan mengikatkan kesadaran hati dan pikiran kita kepada Allah); takhalluq, secara sadar meneladani sifat-sifat-Nya; dan tahaqquq, tumbuh menjadi transmitter (pemancar) sifat-sifat-Nya yang mulia. Melalui tiga tahapan ini, seorang mukmin akan mencapai derajat khalifah Allah dengan kapasitasnya yang perkasa tetapi sekaligus penuh kasih dan damai. Seorang ‘abdullâh (hamba Allah) yang saleh adalah sekaligus juga wakil-Nya untuk membangun bayang-bayang surga di muka bumi ini.

CERDAS DAN SALEH


Terampil Mengasuh Anak Berdasarkan Quran dan Sunah
Anak itu amanah.
Cara kita menjalankan dan menunaikan amanah ini akan kita pertanggungjawabkan. Anak juga merupakan investasi terbesar kita. Merekalah generasi masa depan pelanjut estafet peradaban.

Secara renyah dan ringan, buku ini menyarikan prinsip-prinsip parenting
dari firman Allah dan tuntunan Rasulullah, lalu menyajikan contoh-contoh praktisnya dalam kehidupan sehari-hari keluarga.

Ditopang otoritas ganda pengarang di bidang pengasuhan anak dan kajian keislaman, buku ini sungguh bergizi tinggi: mendemonstrasikan kekayaan parenting skill dari Alquran dan sunah yang ternyata berlimpah ruah—
sejelas-jelas dan sekonkret-konkretnya—dan mengangkat masalah-masalah aktual keluarga untuk dicarikan solusi dan berbagai alternatifnya. Sesantun Alquran dan sunah, buku ini dengan penuh hormat dan tanpa menggurui suka “mengorek” kebiasaan-kebiasaan buruk kita selaku orangtua, lalu menyodorkan cara-cara memperbaikinya. Jadilah buku ini semacam buku pintar keluarga muslim yang setiap kali ada masalah bisa dicarikan solusi
di dalamnya.

Buku ini setidaknya menuntun kita untuk:

* memastikan bahwa anak-anak kita tumbuh menjadi orang baik dan bahagia yang memahami peran mereka dalam kehidupan ini,
* membantu mereka agar bermartabat tinggi dan berkarakter kuat untuk menghadapi segala tantangan zaman di tengah masyarakat, dan
* menanamkan sifat-sifat penting yang membuat mereka bangga sebagai muslim.

Inilah karya yang dibutuhkan setiap orangtua untuk membesarkan
anak-anak mereka dengan cara yang paling efektif dan positif.

Rabu, 02 Juli 2008

KULTUR POLITIK DAN PERUBAHAN SOSIAL


Oleh Aminuddin Siregar (Penulis Staf Pengajar pada PUSDIKLAT DEPDAGRI Regional Bukittinggi)

Ibnu Khaldun, adalah seorang pemikir besar Islam. Ia tidak saja sangat populer dikalangan cendikawan muslim, tetapi juga dihampir semua kalangan masyarakat ilmiah, khususnya dilingkungan mahasiswa yang menggeluti bidang studi ilmu-ilmu sosial. Bagi mereka yang menekuni pemikiran politik Islam, segera akan mengenali prinsip sosiologis Khaldun. Itu sebabnya mengapa sejumlah kalangan akademisi berusaha menyimak pemikiran politik Ibnu Khaldun.

Seperti halnya Al-Ghazali yang bicara tentang realitas politik, Ibnu Khaldun, juga ternyata punya andil besar dalam pengungkapan sejarah kehidupan sosial politik. Dalam konteks pemikiran politik Islam, Khaldun ternyata berhasil menciptakan penghalusan budaya politik dalam kehidupan masyarakat nomade, ysng dikenal sebagai masyarakat berkehidupan keras.

Bahwa secara kultural, budaya politik masyarakat yang mempunyai kebiasaan berpindah-pindah dari satu tempat ketempat lain itu, ternyata secara berangsur-angsur dapat beradaptasi dengan kekuatan-kekuatan kultural lainnya, sehingga watak politik yang keras menjadi semakin diperhalus dan secara inheren nampak logis dan masuk akal, ketika dilihat dari tidak tanduk dan perilaku mereka.

Dalam konteks itulah, oleh pemikir terkemudian, konsep politik Khaldun dianggap masih tetap relevan terhadap perkembangan pemikiran politik di kemudian hari. Semua gagasan sosiologisnya, ungkapan kultural, dan pemikiran pemikiran politik beliau merupakan wariasan bagi kelangsungan sejarah kehidupan sosial politik Islam. Di mana karakteristik politik Islam tidak selalu identik dengan fundamenlaisme radikal, kekerasan dan ekstrim.

Akan tetapi bila dicermati keterkaitan antara masa lalu, masa kini dan masa datang, yang dibatasi oleh rentang waktu panjang dan membedakannya dari satu periode sejarah kehidupan politik ke periode sejarah kehidupan politik lainnya, ternyata telah ikut menentukankonstelasi politik Islam, sekaligus mewarnai sejarah kehidupan politik sejak masa awal kehadiran politik Islam di pentas dunia dan perpolitikan internasional.

Ibnu Khaldun sangat populer sebagai seorang sosiolog dibidang politik, disampaing sebagai sejarawan muslim terkemuka. Yang oleh Arnold Jhosep Toynbee, memujinya sebagai pemikir sekaligus perumus filsafat sejarah yang tiada tandingnya di manapun saja. Pemikiran politiknya, sesuai dengan pandangan politik Islam, meskipun barangkali hal itu hanya relevan dengan bangsa-bangsa Arab dan masyarakat sezamannya.

Tetapi kajian tentang perubahan sosial yang dikemukakannya dapat dijadikan sebagai referensi dan pembanding di kemudia hari. Termasuk tentu saja, melihat kekinian politik Indonesia yang ikut menentukan konstelasi politik yang berkembang dalam masyarakat multikultur. Walau bagaimanapun memerlukan penghalusan budaya politik yang beberapa waktu belakangan ini cenderung mengarah pada budaya politik kekerasan. Sukar untuk ditafsirkan, bila kita tidak melihat semua aspek kultural yang menyertainya.

Persoalannya, apakah dalam konteks Indonesia, saat menjelang pemilu 2004 mendatang ini budaya politik kita akan menjadi lebih halus, apabila kecenderungan munculnya kekuatan politik yang justru lebih mengarah pada tindak tanduk dan perilaku yang dapat dilihat secara kultural tidak lagi bersifat logis, tetapi lebih bersifat egois dan emosional ? Bahwa persoalan politik bangsa ini ternyata memerlukan penafsiran kembali, yang tujuannya ialah untuk menghindari ancaman bahaya munculnya kekerasan politik, yang mengakibatkan tidak kondusifnya perpolitikan kita.

Perubahan Pola

Dalam konteks di atas, tulisan ini tidak bermaksud melacak akar sejarah pemikiran politik Ibnu Khaldun. Tetapi, lewat pemikiran politik Islam Ibnu Khaldun, terbukti bahwa kehidupan politik Islam juga mengalami perubahan. Jauh sebelum Auguste Comte, mengembangkan perspektif sosiologisnya, Ibnu Khaldun telah memperkenalkan model dan karakteristik kehidupan politik masyarakat Islam. Pola perubahan sosial inilah yang oleh D.P. Johnson disebut sebagai warisan khusus dari pengalaman dunia padang gurun di Arab. Yang kemudian ikut menentukan terjadinya reformasi politik.

Kajian sosiologis itu muncul ketika terjadi kecamuk politik dan berkurangnya rasa solidaritas dikalangan masyarakat. Baik masyarakat-masyarakat menetap maupun orang-orang pengembara, sebagai akibat dari berkembangnya peradaban umat manusia. Inilah antaralain yang ikut menentukan pola-pola perilaku politik dan menjadi karakteristik suatu masyarakat dalam kehidupan politik mereka. Dalam kaitan itu agaknya perlu dikaji, bagaimana pola-pola perubahan politik itu terjadi di dalam setiap komunitas politik, seperti yang kita alami di Indonesia.

Dalam perspektif perubahan sosial, dapat misalnya kita amati tentang perubahan cepat yang sedemikian dramatik terjadi dihampir semua bidang kehidupan manusia. Percepatan perubahan sosial ini mau tidak mau akan mempengaruhi konstelasi politik terhadap peta perpolitikan suatu bangsa. Bukan saja di dalam masyarakat modern tetapi juga di dalam masyarakat yang sedang memodernisir dirinya.

Analisis terhadap kebangkitan dan keruntuhan berbagai kultur dan peradaban umat manusia, adalah salah satu contoh, yang tidak dapat dipungkiri. Bahwa dorongan untuk menguasai segalanya merupakan akibat dari perilaku kekuasaan politik. Di saat yang bersamaan muncul kekerasan, tatkala kekuasaan, menjadi satu-satunya kepentingan yang dipertaruhkan penguasa.

Pola perubahan politik seringkali dianggap sebagai pemaksaan kehendak. Yang walau bagaimanapun akan mempengaruhi sosio-psikologis masyarakat, khususnya bagi komunitas politik tertentu, bukan saja di dunia Arab tetapi juga komunitas politik lainnya yang anti kekerasan.

Postulasi Politik

Postulasi politik dapat dikatakan sebagai landasan berpikir kepolitikan dari rangkaian peristiwa politik. Mungkin saja sifatnya metaforik antara model kepolitikan satu dengan model kepolitikan lainnya. Secara kultural dilakukan misalnya melalui penghalusan budaya politik. Ini akan sangat bermanfaat bagi dinamika perpolitikan ke arah lebih kondusif, sebagaimana harapan banyak orang.

Penghalusan budaya politik yang kita maksudkan ialah budaya politik yang memberi cara baru, paradigma baru, dan sistem kultural baru yang dapat memberi arti terhadap cara-cara kita berpolitik, cara kita melibatkan diri dalam segala kergiatan dan aktivitas kita, termasuk cara kita menyikapi kehidupan sosio-politik, sosio-ekonomi, sosio-kultrural dan sosio-psikologis, dalam kehidupan politik yang kini sedang kita jalani.

Itu artinya tidak hanya logika dan akal sehat semata yang mesti kita gunakan dalam semua aspek dan cara kita berpolitik. Tetapi juga dengan kecerdasan emosional dan kecerdasan spritual, intuisi dan perasaan. Termasuk menggunakan imajinasi dan kreatifitas kita, perlu ikut ambil bagian. Ketika misalnya, panggung politik menjadi bagian dari pilihan hidup seseorang dan siapa pun saja. Sehingga ikut menciptakan suasana politik yang kondusif. Bisakah ?

Dengan demikian diharapkan model kepolitikan kita di abad 21 ini ialah model kepolitikan yang membawa bangsa dan seluruh rakyat Indonesia pada kondisi yang tidak saja kondusif tetapi juga ritmis. Bahwa model kepolitikan yang mencerminkan keragaman budaya ialah melalui komunikasi politik yang lugas dan santun. Arti kata tidak saja menggunakan simbol sebagai metafora politik tetapi juga sebagai wujud kepedulian yang menjadi karakteristik kepolitikan kita dalam menjawab persoalan kekinian kita.

Penghalusan budaya politik, agaknya perlu bagi kita senua, bukan saja saat menjelang pemilu 2004 dan masa pemilu belaka melainkan juga dalam pasca pemilu. Itu pula sebabnya, diperlukan upaya-upaya menghindari budaya kekerasan politik. Sehingga tidak saja akan membawa seluruh rakyat Indonesia pada kedewasaan berpolitik, tetapi juga dapat memastikan bahwa arah kehidupan politik, tidak saja dinamis tetapi juga tetap dalam koridor dan nafas demokrasi. Mari terus kita bangun.


Jumat, 20 Juni 2008

Seruan Pengusaha Dunia Soal Emisi

Diperbaharui pada: 20 Juni, 2008 - Published 10:33 GMT
Email kepada teman Versi cetak

Para pemimpin bisnis dunia mendesak kelompok negara industri maju G-8 agar menjadi pelopor isu pemanasan global dengan menetapkan target untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan membentuk pasar karbon.
Mereka menyatakan emisi seyogyanya dipangkas sebesar setengah paling lambat tahun 2050, dan teknologi bersih digalakkan untuk mencapai target tersebut.
Para pemimpin bisnis menentang target wajib yang diperjuangkan para aktivis lingkungan dan bersikukuh bahwa semua perekonomian besar, termasuk Cina dan India, disertakan dalam kesepakatan baru.
Rekomendasi tersebut diusulkan oleh 99 perusahaan besar dunia. Mereka termasuk maskapai penerbangan Inggris British Airways, raksasa energi EDF, bank Jerman Deutsche Bank dan raksasa perminyakan Shell.
Rekomendasi mereka diserahkan kepada Perdana Menteri Jepang Yasuo Fukuda,yang akan menjadi tuan rumah pertemuan puncak G-8 di Hokkaido bulan depan.

Senin, 12 Mei 2008

Book Club


Torture Team

On 2 December 2002 Donald Rumsfeld signed a memorandum authorising 18 techniques of interrogation not previously allowed by the United States.

In Torture Team leading QC Philippe Sands traces the life of the memorandum and examines the use of torture at Guantanamo and the US airbase at Bagram.

He also and explores issues of individual responsibility.

The Trillion Dollar War
By Joseph Stiglitz and Linda Bilmes

JOIN THE CLUB...
The Trillion Dollar WarThe Trillion Dollar War

The Three Trillion Dollar War by Nobel award-winning economist Joseph Stiglitz and Linda Bilmes of Harvard University is an attempt to put a price on how much was spent invading Iraq. The book counts direct spending by the US and UK before going on to cost everything from lives lost and damage done in the Middle East to replacing military hardware and caring for veterans in the West.

The New Cold War
By Edward Lucas

JOIN THE CLUB...
The New Cold War

Journalist Edward Lucas claims that Russia has started a new Cold War - and the West is losing it because it is unwilling to confront the new threat.

In the book he says: "Russia is still too weak militarily and economically, and too dependent on the outside world, to use brute force. Other tactics are just as effective."

Broken
By Shy Keenan

JOIN THE CLUB...
Broken by Shy Keenan

Shy Keenan was systematically raped by her stepfather throughout her childhood. Her Newsnight special report in 2000, led to him and his accomplices being arrested and brought to trial. Her testimony ensured he and two other men were imprisoned.

Broken is her story - of how surviving abused and fighting to bring those responsible to justice.

In Defence of Food:
The Myth of Nutrition and the Pleasures of Eating

By Michael Pollan

JOIN THE CLUB...
In Defence of Food

Journalist Michael Pollan argues that our idea of what food is and what we should be eating has been completely distorted by the food industry and nutritionists.

He believes that people are now so confused about their diet that they have no idea what real food is any more.

His book In Defence of Food has a simple doctrine at its centre - "Eat food. Not too much. Mostly plants."

The Second Bounce of the Ball:
Turning Risk into Opportunity

By Ronald Cohen

JOIN THE CLUB...
The Second Bounce of the Ball
Businessman Sir Ronald Cohen offers budding entrepreneurs guidance on how to approach the challenges and opportunities ahead of them.

He says: "This book is, I hope, a timely contribution to the understanding of entrepreneurship, including the roles of venture capital and private equity, as well as a guide to becoming a successful entrepreneur."

Sir Ronald Cohen speaks to Newsnight on Wednesday, 7 November.

Fair Game
By Valerie Plame Wilson

JOIN THE CLUB...
Fair Game by Valerie Plame Wilson

Valerie Plame Wilson is the woman at the centre of the scandal that, ultimately, led to the downfall, prosecution and conviction of the former White House chief of staff, Lewis 'Scooter' Libby, for revealing her identity as a CIA spy.

In Fair Game, Valerie Plame Wilson tells her side of the story, and details her life as a spy. An interview with Valerie Plame Wilson will be shown on Newsnight on Thursday 25 October 2007.

Microtrends
By Mark J Penn

JOIN THE CLUB...
Microtrends book cover
In Microtrends, Mark Penn explores the trends in American society today. He suggests that the ideas shaping our world are relatively unseen - under-the-radar forces that can involve as little as one per cent of the population, yet their impact on society is huge.

Mark Penn is Hillary Clinton's chief strategist.

Soldier
By Gen Sir Mike Jackson

JOIN THE CLUB...
Gen Sir Mike Jackson's Soldier

General Sir Mike Jackson's autobiography Soldier details key events during his 45 years of service in the British Army. From early cadet days, through service in Northern Ireland at the height of the Troubles, to commanding troops in Kosovo and overseeing deployments in Afghanistan and Iraq, the book examines the changing face of British soldiering and warfare.

Since standing down as Chief of Staff in 2006, he has been outspoken on many issues surrounding the military, most recently criticising US post-Iraq invasion plans.

Wikinomics
By Don Tapscott and Anthony D. Williams

JOIN THE CLUB...
Wikinomics

Wikinomics by Don Tapscott and Anthony D. Williams looks at how companies are beginning to use mass collaboration of knowledge to gain success. The authors explain how big businesses could harness external expertise by engaging directly with and rewarding participation from their customers, users and a wide pool of informed contributors - a method of epitomised by the online encyclopaedia 'Wikipedia', where entries are written and edited by users.

Far from being sceptical about the power of mass collaboration - see Andrew Keen's The Cult of the Amateur, another Newsnight Book Club entry below - Tapscott and Williams claim Wikinomics could provide the basis for huge economic and intellectual growth.

In line with their own thesis, the last chapter of the book is being written by readers.

The Political Brain
By Drew Westen

JOIN THE CLUB...
The Political Brain
In The Political Brain Drew Westen, professor of psychology and psychiatry at Emory University, examines the role of emotion in determining national politics.

Westen looks at how politicians capture the hearts and minds of the electorate and suggests ways in which they might better appeal to voters' brains.

The Cult of the Amateur
By Andrew Keen

JOIN THE CLUB...
The Cult of the Amateur by Andrew Keen

Andrew Keen's new book examines his concern over online amateurism, spawned by the digital revolution. This, he feels, has had a destructive impact on our culture, economy and values.

He rails against "uninformed political commentary", "unseemly home videos" and "embarrassingly amateurish music" and says blogs are "collectively corrupting and confusing popular opinion about everything from politics, to commerce, to arts and culture".

He also claims Wikipedia perpetuates a cycle of misinformation and ignorance, and labels YouTube inane and absurd.

Washington's War
By Gen Sir Michael Rose

JOIN THE CLUB...
Washington's War cover

There has been much criticism of the US-led coalition's post war strategy in Iraq. As the insurgency has grown and sectarian violence taken hold, US forces have increasingly had to adapt their tactics - most recently boosting troop numbers in the so-called "surge" strategy.

In General Sir Michael Rose's new book he argues that the insurgents' tactics have been seen before - ironically when George Washington's forces succeeded in defeating the British Army - then the world's greatest military power - to win independence for the US in 1776.

Having served with the SAS and commanded the UN Protection Force in Bosnia, Sir Michael's analysis raises profound questions about tactics and leadership in the campaign in Iraq.

Not One of Us
By Ali Dizaei

JOIN THE CLUB...
Ali Dizaei's Not One of Us
With his outspoken campaigning on race relations and reputation for day-to-day crime-fighting, Superintendent Ali Dizaei had been tipped to be Britain's first Asian chief constable.

But Iranian-born officer was secretly suspected of a series of crimes and in 2000 became the subject of what was to become the most expensive inquiry ever into a single officer.

Three years later he was cleared of perverting the course of justice, misconduct in public office and making false expense claims - leading to renewed claims that the Metropolitan Police had failed to stamp out racism.

Not One of Us outlines how he set about clearing his name.

The Chilling Stars
By Nigel Calder and Henrik Svensmark

JOIN THE CLUB...
The Chilling Stars

The Chilling Stars by science writer Nigel Calder and climate physicist Henrik Svensmark outlines a controversial new theory on the origins of global warming.

The book sets out to prove that a combination of clouds, the Sun and cosmic rays - sub-atomic particles from exploding stars - have altered our climate far more than human carbon emissions.

Svensmark's research at the Danish National Space Center suggests cosmic rays play a role in making clouds in our atmosphere. A reduction in cosmic rays in the last 100 years - due to the activity of our Sun - has meant fewer clouds and a warmer Earth.

The Writing on the Wall
By Will Hutton

JOIN THE CLUB...
The Writing on the Wall

Will Hutton looks at the uneasy relationship between China and the West in light of the former's phenomenal economic growth - seen by many Western analysts as a threat.

Hutton argues that the West should embrace China and promote better governance within the country by adhering to fundamental principles such as the rule of law as an example of progress.

Inside Global Jihad
By Omar Nasiri

JOIN THE CLUB...
Inside the Global Jihad by Omar Nasiri

Omar Nasiri (not his real name) worked for European security agencies during the 1990s and infiltrated al Qaeda both in the camps of Afghanistan and in terror cells in London.

His story is reveals the extent of al-Qaeda's preparations - years before 9/11 - to target the west, but also the British authorities' lack of awareness of the growing threat of Islamic terrorism.

Ghost Plane
By Stephen Grey

JOIN THE CLUB...
Ghost Plane

British journalist Stephen Grey's Ghost Plane documents his investigation into the secret CIA practice of transporting terror suspects to third countries - known as "extraordinary rendition".

The book claims many of those prisoners subsequently suffered torture at the hands of regimes such as Syria - publicly pilloried by the Bush administration but, it says, privately colluded with the name of defending the US.

The Goldilocks Enigma
By Paul Davies

JOIN THE CLUB...
The Goldilocks Enigma

Professor Paul Davies' The Goldilocks Enigma tackles fundamental questions about the nature of the universe and our attempts to understand it. Scientific breakthroughs, he argues, have brought us to the brink of comprehending the underlying structure of nature or "a final 'theory of everything'".

Central to finding this solution, he says, is answering the Goldilocks Enigma - why is it that "the universe seems 'just right' for life"?

The J Curve
By Ian Bremmer

JOIN THE CLUB...
The J Curve

Ian Bremmer's J Curve is a visual tool that suggests why some countries are in crisis and unstable while others are prosperous and politically solid.

The book explains: "movement from left to right along the J curve demonstrates that a country that is stable because it is closed must go through a period of dangerous instability as it opens to the outside world".

In the Line of Fire
By Pervez Musharraf

JOIN THE CLUB...
In the Line of Fire by Pervez Musharraf

Rather than waiting until retirement, Pakistan's President Pervez Musharraf has chosen to publish his memoirs - or at least a part of them - while still in office. In the Line of Fire includes an account of his experiences as premier in the run up to and aftermath of the September 11 attacks on New York and Washington.

Some details, including his claim that one US official used threats to secure Pakistan's cooperation in the so-called war on terror, have caused much controversy.

The God Delusion
By Richard Dawkins

JOIN THE CLUB...
The God Delusion

In The God Delusion, the scientist Richard Dawkins sets out to attack God "in all his forms".

He argues that the rise of religious fundamentalism is dividing people around the world, while the dispute between "intelligent design" and Darwinism "is seriously undermining and restricting the teaching of science".

Faith and Freedom
By Jimmy Carter

JOIN THE CLUB...
Faith and Freedom

In Faith and Freedom, former American President, Jimmy Carter, an evangelical Baptist, poses a direct challenge to both Conservative evangelicals and secular intellectuals. Condemning inhumane treatment of prisoners, disrespect for human rights, the destruction of the environment and the growing gap between the rich and the poor, Faith and Freedom demonstrates the ways that Christian values can inform and animate progressive politics. He also challenges the lazy stereotype of the blinkered evangelical favoured by many intellectuals in Britain.

The Great Immigration Scandal
By Steve Moxon

JOIN THE CLUB...
The Great Immigration Scandal by Steve Moxon

When Home Office immigration caseworker Steve Moxon was sacked for blowing the whistle on what he said was widespread abuse of the government's managed migration policy, he was denounced by many as being a xenophobic agitator.

Two years on and after a host of admissions of failure from the Immigration and Nationality Directorate (IND) his views are increasingly being accepted and his original exposé is now seen by many as prophetic.

In a revised an updated second edition of his book The Great Immigration Scandal, Steve Moxon - who has appeared on and reported for Newsnight about immigration - assesses the interim developments and explores possible resolutions.

The Year of Magical Thinking
By Joan Didion

FROM THE BLURB:

JOIN THE CLUB...
The Year of Magical Thinking by Joan Didion

When Joan Didion's husband died suddenly of a heart attack, a partnership of 40 years ended in a second. Just days before, the couple had seen their only daughter fall seriously ill. Despite the unshakable reality of her husband's death, Joan Didion's thinking was far from down to earth - she found herself, for instance, keeping his shoes in case he returned.

Slowly she realised that beneath all the ritual and words lay a simple, aching truth - that she longed to perform an impossible trick and bring him back. This is the story of a year spent wishing; a year of magical thinking.

We regret that the extract from this book is no longer available here.

Eating - What we eat and why it matters
By Peter Singer and Jim Mason

FROM THE BLURB:

JOIN THE CLUB...
Eating by Peter Singer and Jim Mason

Philosopher Peter Singer and environmentalist Jim Mason follow three families with varying eating habits, from fast-food eaters to vegans, and explore how the food we eat makes its way to the table, and at what expense.

The authors peel back each layer of food production, and examine how they ought to factor into our buying choices. And recognising that we are not all likely to become vegetarian or vegan, they go on to offer ways to make the most ethical choices within the framework of a diet that includes animal products.