Minggu, 04 Mei 2008

Kiprah 100 Tokoh Pers Nasional

Resensi Buku
Minggu, 6 April 2008 | 00:19 WIB

Kiprah 100 Tokoh Pers Nasional

Judul: Tanah Air Bahasa: Seratus Jejak Pers Indonesia
Penulis:Taufik Rahman et al
Penerbit: I: BOEKOE
Cetakan: I, Desember 2007
Tebal: xiv+460 halaman

Tirto Adhi Soerjo memulai karyanya sebagai jurnalis saat berusia 22 tahun lewat surat kabar Pembrita Betawi. Setahun kemudian Tirto menerbitkan surat kabar Soenda Berita, selanjutnya Medan Prijaji pada 1907. Kehadiran Medan Prijaji membuat khalayak mempunyai sarana berkeluh kesah lewat media surat kabar. Meskipun mendapatkan tekanan pemerintah kolonial, Tirto melaju dengan menerbitkan pula Soeloeh Keadilan dan Poetri Hindia. Tak berlebihan apabila Tirto disebut sebagai "pengguncang Bumiputera dari bangun tidurnya’ oleh sang murid, Marco Kartodikromo.

Aktivitas jurnalis Siti Roehana Koedoes juga menarik untuk disimak. Perempuan ini hampir terlupakan, padahal dia berperan menghadirkan surat kabar khusus perempuan pada tahun 1912 lewat Soenting Melajoe. Kiprahnya dilatari keinginan mencerahkan perempuan Indonesia lewat kegiatan membaca surat kabar. Wanita kelahiran Kota Gadang ini menggoyahkan peraturan adat yang mapan kala itu melalui tulisan-tulisan yang menekankan pentingnya pendidikan bagi perempuan. Meski bukan surat kabar khusus perempuan pertama, Soenting Melajoe berbeda dengan pendahulunya seperti Poetri Hindia. Soenting Melajoe hadir atas inisiatif perempuan yang memaknai aktivitas membaca surat kabar layaknya meminum air laut.

Kisah ini terangkum dalam publikasi yang diterbitkan dalam rangka memperingati Hari Pers Indonesia dan ulang tahun Persatuan Wartawan Indonesia yang bertepatan dengan hari penguburan Tirto Adhi Soerjo. Di antara 100 tokoh yang dipilih terdapat nama Dja Endar Moeda, Douwes Dekker, Sutan Takdir Alisjahbana, SK Trimurti, Rosihan Anwar, Petrus Kanisius Ojong, Goenawan Muhammad, Dahlan Iskan, Seno Gumira Ajidarma, Maria Hartiningsih, Fuad Muhammad Syafruddin (Udin), hingga Bondan Winarno. Publikasi ini tidak bertujuan membuat pemeringkatan tokoh, namun berupaya menunjukkan perjuangan mereka mengawal bahasa Indonesia sesuai gaya dan karakteristik penulisan masing-masing. (SHS/Litbang Kompas)

2 komentar:

Anonim mengatakan...

itu penulisnya bukan Tufik Rahman, tp TAufik Rahzen. eniwei lebih tepatnya supervisor, penggagas tema, dan editor sih...bila lebih teliti membaca buku ini tiap-tiap fragmen tulisan ditulis oleh penulis-penulis yang berbeda.

opungregar mengatakan...

Terima kasih atas koreksinya, dan berharap kita senaniasa bisa berbagi, pengalaman, pengetahuan dan yang bermanfaat bagi pembaca dan pengunjung blog "Klub Haus Buku", baik di http://klubhausbuku.bloggerrspot.com maupun di http://klubhausbukuwordpress.com dan di http://www.klubhausbuku.com